Secara medis, jenglot didefinisikan sebagai bukan makhluk hidup setelah diteliti oleh tim forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.[5][6] Melalui foto sinar Rontgen, tidak ditemukan unsur tulang (sebagai penyangga organ mahluk hidup) namun hal yang mengejutkan justru diperoleh dari penelitian DNA lapisan kulit jenglot yang mengelupas.
Setelah diperiksa oleh Dokter Djaja Surya Atmaja dari Universitas Indonesia, ternyata lapisan kulit itu memiliki DNA mirip primata sejenis manusia. Akan tetapi, penyelidikan asal usul jenglot secara medis hanya dihentikan sampai di sana karena pemilik jenglot tidak mengizinkan jenglot dibedah, agar tidak ada hal buruk yang terjadi.[5][6]
Legenda jenglot juga diangkat ke dunia hiburan, terutama untuk tema misteri dan supranatural. Film Indonesia berjudul Jenglot Pantai Selatan disutradarai oleh Rizal Mantovani, dirilis pada Februari 2011.
Jenglot
JENGLOT, Secara Ilmiah Bukan Manusia
JENGLOT pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di
bagian Forensik RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka
menyeramkan itu memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki
serta rambut terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak
proporsional. Hanya saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat
panjang. Taring mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga
panjang dan meruncing hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk
penonton berdiri.
"Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu
tetes darah dicampur minyak javaron seperti kalau banyak orang
memberikan sesaji berupa kembang atau kemenyan," kata Hendra.
Tak
ada yang tahu apakah darah tersebut benar-benar diminum atau tidak oleh
makhluk seberat 37,2 gram itu. Menurut Hendra, dalam tubuh jenglot masih
terdapat kehidupan. Tanda kehidupan itu, menurutnya, dapat dilihat dari
bola matanya yang bisa berpindah setiap saat serta rambut dan kukunya
yang memanjang.
Benarkah jenglot dan kawan-kawannya itu masih
hidup atau setidaknya pernah hidup? Hendra dengan berani mengajukan
"tantangan" agar para ahli kedokteran menelitinya secara objektif.
Tampaknya
gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik untuk meneliti
"kemanusiaan" jenglot. Tentu saja bukan berdasarkan ilmu klenik, tapi
secara medis berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka pada hari Kamis, 25
September 1997 siang, makhluk jenglot dibawa ke RSCM untuk diperiksa
secara medis. Ruang forensik dan ruang rontgent RSCM mendadak penuh
sesak pengunjung.
Mereka terdiri dari paramedis, mahasiswa
kedokteran, wartawan dan sejumlah pengunjung RS yang tertarik melihat
kedatangan jenglot yang ditaruh dalam kotak kayu berukir itu. Ahli
Forensik FKUI-RSCM, Budi Sampurna DSF mengatakan, pemeriksaan jenglot
dengan latar belakang seperti yang telah diketahui masyarakat luas
merupakan tantangan menarik bagi dunia kedokteran untuk membuktikannya
dari segi keilmuan. Menurut dr Budi, guna membuktikan kemanusiaan
jenglot, maka akan dilakukan deteksi dengan alat rontgent untuk
mengetahui struktur tulangnya serta pemeriksaan bahan dasar kehidupan
seperti C,H,O atau proteinnya.
Untuk keperluan tersebut, ahli
forensik mengambil sampel dari bahan yang diduga sebagai kulit atau
daging jenglot serta sehelai rambutnya.
Pengambilan sampel
dilakuan sendiri oleh Hendra yang saat datang ke RSCM membawa serta tiga
batang hio. "Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang kena sawab-nya
(pengaruh)," katanya perihal hio.
Dokter Djaya Surya Atmaja
kemudian memotret dan mengukur berbagai bagian "tubuh" jenglot. Setelah
itu dokter spesialis radiologi, dr Muh Ilyas memeriksa jenglot
menggunakan sinar X.
Dalam pemerikasaan lebih lanjut Hendra
menolak barang koleksinya dibedah. Alasannya, jasad Jenglot akan rusak.
"Akibat tidak baik bagi kita semua," katanya.
Usai pemeriksaan
ternyata hasilnya menyatakan jenglot tak memiliki struktur tulang. Hasil
rontgent yang disaksikan puluhan wartawan, paramedis, mahasiswa
praktek, ternyata hanya menampilkan bentuk struktur menyerupai penyangga
dari kepala hingga badan. Selain itu terlihat juga jaringan kuku dan
empat gigi selebihnya tak ada. "Ada bagian jaringan serupa daging, namun
kita belum bisa memastikan apakah itu daging atau bahan lainnya," kata
Muh Ilyas.
Guna mendapat hasil lebih mendetail, maka jenglot
diteliti dengan CT Scan. Ternyata jenglot tidak memiliki struktur
seperti manusia kendati kenampakan luar menyerupai manusia. Kini pihak
Forensik FKUI-RSCM masih meneliti sampel kulit/daging serta rambut
jenglot untuk mengetahui golongan darah, DNA-nya. "Memakan waktu sekitar
tiga minggu," katanya.
Menanggapi hasil tersebut, Hendra
mengatakan, "Apa pun hasilnya kita harus terima dong," katanya. Majalah
Gatra, Nomor 52/III, 15 November 1997 memberikan laporannya mengenai
jenglot. Penelitian yang dilakukan Dokter Djaja Surya Atmaja PhD, dari
Universitas Indonesia menunjukkan, bahwa contoh kulit jenglot yang
diperiksa memiliki karakteristik sebagai DNA (deoxyribosenucleic acid)
manusia.
"Saya kaget menemui kenyataan ini," kata Djaja, doktor di bidang DNA forensik lulusan Kobe University, Jepang, 1995.
Namun
Djaja menolak anggapan seolah ia mengakui jenglot sebagai manusia.
"Tapi sampel yang saya ambil dari jenglot menunjukkan karakteristik
manusia," katanya.
Adapun sampelnya berupa sayatan kulit jenglot
berukuran setengah luas kuku, yang mengelupas dari lengannya. Contoh
kulit itulah yang kemudian ditelitinya di Laboratorium RSCM atas
prakarsa dan biaya pribadi.
Spesimen seirisan kulit bawang itu
kemudian diekstraksi agar DNA-nya keluar dari inti sel. DNA merupakan
material genetik berupa basa protein panjang yang membangun struktur
kromosom. Pada inti sel manusia terdapat 23 pasang kromosom.
Masing-masing bisa dipenggal-penggal menjadi banyak lokus, satu unit
yang membangun sifat bawaan tertentu.
Djaja memeriksa DNA Jenglot
pada lokus nomor D1S80 dari kromosom 1 dan HLA-DQA1 dari kromosom 5,
serta lima lokus khusus lain dengan teknik PCR (polymerase chain
reaction). Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan hasil positif. Artinya,
spesimen Jenglot itu berasal dari keluarga primata -bisa monyet, bisa
pula manusia. Namun dari penyelidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapat
kepastian bahwa sampel DNA itu berkarakteristik sama dengan manusia.
Temuan mengejutkan itu diperkuat dengan kajian mesin PCR.
"Hasilnya begitu, saya harus bilang apa," kata satu-satunya ahli DNA forensik Indonesia berusia 37 tahun itu.
Hendra
Hartanto gembira mendengar hasil penelitian Djaja. "Ini menyangkut
peninggalan sejarah yang berumur 3.112 tahun," katanya ketika ditemui
Gatra di pameran Gelar Benda Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter,
Jakarta Utara waktu itu.
Dokter Budi Pramono, yang pernah
merontgen jenglot, terkejut mendengar hasil penelitian Djaja Surya.
"Mirip bagaimana? Harus jelas. Saya kok kurang percaya. Nanti saya akan
mengonfirmasikan langsung ke Dokter Djaja," katanya. Yang pasti, Budi
tak percaya jika jenglot dianggap hidup.
"Makhluk hidup itu perlu
makan dan bernapas. Lalu strukturnya perlu tulang, jantung, paru, dan
lain-lain. Jenglot tak mempunyai itu semua," katanya.
Untuk
menjelaskan sosok jenglot secara lengkap, kata Budi, perlu diteliti
lebih jauh struktur anatominya, aspek mikroskopis jaringannya, bahkan
enzim yang ada di tubuhnya. Pimpinan RSCM sempat tertarik untuk meneliti
Jenglot.
Namun setelah Budi melaporkan bahwa jenglot tak memiliki
kelengkapan organ sebagai makhluk, niat itu surut. Jenglot dianggap
seperti karya mistik lainnya yang tak mengandung tantangan ilmiah.
Sampai kemudian Djaja Surya menguji DNA dari kulit lengannya, yang
ternyata berkarakteristik manusia.
Tapi Djaja pun tak memutlakkan
temuannya. Bisa saja penyelidikannya meleset karena sampelnya
terkontaminasi. "Misalnya, kulit jenglot sebelumnya terkena olesan darah
manusia," katanya.
Waktu jenglot dipamerkan, seorang bapak yang mengaku dari Salatiga yang bertanya, "Bisakah jenglot berkembang biak?''
Pertanyaan
itu semata-mata berpangkal dari kekhawatirannya jika "makhluk ganas"
(karena makanannya darah) itu makin banyak. Tetapi Hendra menepis
kekawatiran itu. Menurut dia, jenglot hanya hidup secara gaib (roh).
Artinya, kehidupan yang dimiliki bukan seperti kehidupan makhluk hidup.
Sebab, secara fisik jenglot sebenarnya sudah mati (mumi).
Namun,
dalam kematiannya itu dia masih memiliki kekuatan,'' ujarnya. Karena
itu, dia mempersilakan orang yang memiliki tenaga dalam untuk
membuktikan keberadaan "energi'' itu.
"Energi yang terkandung di
dalam jenglot betul-betul besar, sampai saya terpental beberapa meter.
Padahal, saya sudah mengerahkan kemampuan tenaga dalam untuk
meremukkannya, namun ternyata tak mampu. Wah, betul-betul luar biasa,"
tutur salah seorang pengunjung yang tak mau disebut namanya, setelah
menjajal energi yang tersimpan di jenglot yang dipamerkan di Ruang Pamer
Pasarraya Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang.
Memang, banyak
pengunjung yang kurang percaya jenglot itu mempunyai energi
supranatural. Namun, bagi pengunjung yang mempunyai ilmu tenaga dalam
atau tenaga supranatural, baru akan mempercayainya mumi mini tersebut
mempunyai energi yang besar. Sampai-sampai mampu melemparkan pengunjung
yang menjajal-nya.
Beberapa pengunjung yang lain yang memiliki
ilmu tenaga dalam ketika menguji juga mengalami nasib serupa, terpental.
Namun ada juga pengunjung yang memang tak dibekali dasar-dasar ilmu
tenaga dalam, ketika mau membuktikan energi jenglot oleh panitia dengan
terpaksa tidak diperkenankan. "Jangankan diremas oleh orang tua, oleh
anak kecil pun jenglot pasti remuk," tutur Yehana SR, salah seorang
panitia pameran.
Tidak hanya itu, kabar jenglot yang diduga
mempunyai unsur DNA manusia dan energi supranatural juga telah mendunia.
Buktinya, salah seorang pakar foto aura dari Belanda, yakni Ny Adri
Bojoh Knijn, secara khusus datang ke Ruang Pamer Jenglot untuk
mendeteksi keberadaan energi jenglot tersebut dengan alat foto aura.
Hendra
Hartanto pemilik benda tersebut menjelaskan, soal asal-usul jenglot
tersebut manusia atau bukan, tergantung pada kepercayaan. Karenanya,
jika ada pihak lain yang mempercayai benda tersebut bukan merupakan
jasad manusia sah-sah saja. Sedangkan soal penelitian DNA, pihaknya
berencana akan melakukan pengujian ke Singapura dan Jepang.
Banyak
pula pengunjung yang meragukan jenglot sebagai makhluk mati yang
mempunyai energi. Misalnya, kapan jenglot memindahkan tangan atau
kakinya. Mulai hari pertama hingga kelima dipamerkan, empat ''pertapa
sakti'' tersebut tetap dalam posisi semula: tangan tertekuk di depan
dada, kedua kaki lurus-sejajar, dengan kedua mata terbuka.
''Katanya hidup, kok nggak bisa berkedip-kedip?'' tanya seorang pengunjung.
Terhadap
pertanyaan itu, Hendra menjelaskan, jenglot memang tak bisa berkedip.
Namun, meskipun belum pernah memergoki, dia sering mendapati posisi
kelopak mata yang berubah. ''Suatu saat, posisi kelopak mata terbuka
lebar, tapi saat yang lain akan menurun. Saya memang belum pernah
memergoki, tapi pernah mendapati kelopak mata dalam kedua posisi seperti
itu,'' ucapnya mencoba meyakinkan para pengunjung.
Dia
menambahkan, yang dimaksud hidup dari jenglot bukan hidup seperti halnya
manusia. ''Jenglot itu mumi, dan 'kehidupannya' ada dalam kematiannya
itu. Jenglot hanya hidup secara gaib (roh).''
Sumber : id.wikipedia.org ,wikimu.com
Tweet |
0 komentar:
Posting Komentar